Embun pagi begitu sejuk. Matahari muncul membawa kehangatan. Terlihat seorang gadis desa dengan kepolosannya. Dia adalah Iyem. Iyem merupakan anak tiri dari mbok Ijah. Kehidupan mereka tampak sederhana. Tetapi mereka sangat rukun dan bahagia. Mbok ijah sangat menyayangi iyem sebagaimana anak kandung sendiri. Iyem dan mbok Ijah terkenal ramah dan baik hati dilingkungannya.
Suatu hari mbok Ijah terserang penyakit kanker. Iyem merasa cemas karena ia tidak memiliki uang untuk biaya berobat. Pikirannya menjadi tumpul, setiap hari Inem mengurus mbok Ijah sendirian. "Gubrak" terdengar suara seperti ada yang jatuh. Berlarilah Inem ke kamar mbok Ijah. Dilihatlah mbok Ijah yang sudab terbaring dilantai. Inem sangat cemas, meminta bantuanlah ia ke sebuah klinik. Dan hasilnya diusia 15 tahunnya itu Iyem harus rela kehilangan mbok Ijah yang sudah merawatnya dari bayi.
Inem sangat sedih, orang tua satu satunya itu meninggalkan ia begitu cepat. Ia bingung bagaimana dia bisa mempertahankan hidup tanpa mbok Ijah. Hingga akhirnya terpikir diotaknya "Aku akan ke kota mencari pekerjaan" katanya didalam hati.
Pagi itu Inem segera bergegas meninggalkan kampung halamannya. Menaiki sebuah bis kota menuju Jakarta. Matahari hampir tenggelam, Inem baru saja sampai di Jakarta. Begitu terkejutnya Inem melihat lingkungan sekitar. Sampah tergeletak dimana mana, air sungainya sangat keruh, asap kendaraan menjadi pelengkap mereka. Padahal dibayangannya Ia akan menemukan tempat tempat mewah nan megah, ternyata pikirannya itu salah. Yang ia temukan justru sebaliknya.
Inem ingat kakaknya, anak mbok ijah yang pertama tinggal didaerah itu. Dicarilah alamat yang ia tulis diselembar kertas. Setelah beberapa jam, bertemulah mereka disebuah rumah sederhana. Aji, nama anak pertama mbok Ijah itu mengizinkan Inem untuk tinggal dirumahnya.
Hari ke dua di Jakarta. Inem masih terbayang akan sampah sampah yang ia lihat berserakan dipinggir pingir jalan. Ia bergegas untuk pergi ketempat kemarin. Diambillah semua sampah itu. Dibawanya pulang. Dipilih mana yang masih bisa dimanfaatkan. Terpercik ide untuk mendaur ulang kembali. Inem mencoba membuat aneka kreasinya dari barang bekas.
Ani, istri Kang Aji sangat marah mengetahui Inem membawa sampah kerumahnya. Ani mengadu kepada bang Aji. Bang Aji bingung apakah saudara tirinya harus diusir dari rumah. Sebenarnya ia merasa kasihan, tapi disisi lain sampah yang dibawa kerumahnya itu akan membuat rumahnya kotor dan bau. Hingga akhirnya diusirlah Inem dari rumah mereka.
Inem gadis yang polos itu bingung mencari tempat untuk tinggal. Dilihat ada seorang anak kecil yang duduk di bawah kolong jembatan di depan sebuah gubuk kecil. Inem mencoba mendekati anak kecil itu.
"Dek, njenengan ngapain disitu. Dimana bapak ibu sampean?" tanya Inem.
Anak kecil itu hanya menangis.
" Apa mereka tau kamu di sini? " Inem kembali bertanya.
Kemudian anak kecil itu menceritakan bahwa ia terpisah dengan Ibunya dua tahun yang lalu di stasiun kereta api karena ia mengikuti sebuah kucing. Rupanya anak kecil tersebut sangat menyukai kucing. Memang tempat itu tak jauh dari stasiun kereta api.
Inem tak habis pikir. Bisa bisanya anaknya hilang, tapi orang tuanya tidak mencarinya. Sudah dua tahun, dan mereka masih santai santai saja. Sungguh malang hidupnya. Dilihat gubuk di belakangnya.
"apa ini tempat tinggalmu sekarang? " tanya Inem.
" Iya kak" jawab anak kecil itu sambil menangis.
"Dulu rumahku sangat besar, ayahku selalu pergi kekantor dipagi hari, bibi membuat kan kami sarapan, sedangkan ibu hanya sibuk berbelanja dengan teman temannya. Aku diantar ayah kesekolah. Dan sekarang aku tak tau lagi apakah aku masih bisa bertemu dengan mereka "
Inem terharu mendengar percakapan anak kecil itu.
" Sudah dek, kamu ngga usah sedih. Sekarang ada kakak di sini. Kamu ngga akan sendiri lagi. Kita sama sama berjuang ya. Sudah malah ayo bobok. Kakak temani disini ya" ujarnya.
Mereka terlelap diatas koran yang ia lipat sebagai alas. Atapnya terbuat dari kardus yang ia susun. Begitu mengenaskan bukan?
Keesokan harinya Inem mengajak rizal, anak usia 13 tahun itu membuat aneka produk dari barang bekas yang ia pungut dijalan. Ia jual produknya itu dipinggir pinggir jalan raya. Dan alhamdulillah hasilnya lumayan, bisa digunakan untuk kebutuhan sehari hari mereka. Meski hanya sebatas makan dengan garam mereka tetap bersyukur. Baginya itu sudah lebih dari cukup. Diluar sana banyak sekali yang lebih kekurangan dibanding mereka.
Beberapa bulan berlalu, terlihat dari jauh orang orang berseragam necis menghampirinya. Ternyata selama ini ia tengah diikuti para wartawan. Mereka mencari banyak informasi dari inem. Diundanglah Inem dan rizal disebuah acara televisi " Hitam abu abu" dengan membawa aneka produk daur ulangannya. Diceritakan semua jalan hidupnya kepada host acara itu yaitu Ridwan kobuser. Penonton merasa terharu. Rizal juga menceritakan nasib malangnya itu.
Satu hari setelah acara itu, dua orang menghampiri mereka kegubug kolong jembatannya. Inem yang melihatnya dari kejauhan merasa panik. "siapa mereka, apa yang dia lakukan disini" tiba tiba dua orang itu memeluk Rizal sambil menangis.
"Nak, sekarang kamu sudah besar ya. Maafkan ibu dan ayah yang sudah menelantarkanmu. "
Rizal yang hafal dengan wajah kedua orang tuanya ikut menangis bahagia. Hal tak pernah diduganya telah terjadi. Inem hanya terdiam melihat mereka.
" Bagaimana ibu dan ayah bisa mengetahui aku disini? " tanya Rizal kepada kedua orang tuanya.
" Kami melihatmu di sebuah acara televisi. Dan cerita yang kamu sampaikan sangat mirip dengan yang kita alami. Aku bertanya kekantor mereka dimana alamatnya". Jawab ayah.
Ibu Rizal memandangi Inem.
"ini siapa, Nak?" tanya ibu Rizal penasaran.
" Ini kak Inem bu, dia yang merawatku disini. Ia berasal dari desa, ibunya sudah meninggal. Jadi kak Inem kesini ingin mencari pekerjaan untuk melangsungkan hidupnya. Dia sangat baik kepadaku. Kami selalu makan dengan garam, tapi kami sangat senang disini"
Berlinang air mata dipipi ibu dan ayahnya itu. Mereka menyadari bahwa mereka sudah menelantarkan anaknya sekejam ini.
Ia mengajak Rizal untuk kembali ke rumahnya.
"Lalu bagaimana dengan kak Inem. Kasihan dia disini sendirian. Disini banyak nyamuk. Kadang banyak anjing yang berkeliaran dimalam hari. Aku takut kalo kak Inem kenapa napa" ujar Rizal.
"Kak Inem akan ikut tinggal dirumah kita. Mulai sekarang Kak Inem yang akan menjagamu dirumah. Kak inem mau kan ikut kami kerumah? " tanya ayah Rizal.
" ayo kak ikut kami kerumah, pasti akan seru kalo kakak bisa bermain bersamaku setiap hari" tambah rizal.
"Baiklah kalo bapak dan ibu mengizinkan saya ikut, saya akan ikut dengan ibu dan bapak. Saya akan membantu bantu disana" jawab Inem.
Mereka berkemas dan pergi menaiki mobil mewah menuju rumah Rizal.
Inem sangat kagum, ternyata di Jakarta tidak semua tempat kumuh. Ada juga gedung bersih dan seindah itu.
Orang tua Rizal sangat menyukai Inem. Selain sifatnya yang lemah lembut, ia juga pekerja keras. Setiap hari ia bekerja membatu membersihkan rumas dan sebagainya. Tak disangkanya selama sebulan ini Inem sering kali membuat puisi yang ditempel di dinding dinding kamarnya. Ayah Rizal yang mengetahui itu sangat mendukungnya. Hingga akhirnya dipertemukanlah Inem dengan Pak Adi seorang penerbit teman ayah Rizal. Inem memperlihatkan puisi puisinya. Pak Adi sangat takjub melihat karya Inem itu.
Pagi itu Pak Adi mengundang Inem ke kantornya. Ia mendapat tawaran bekerja sama dengan Pak Adi. Pak Adi ingin mewujudkan impian Inem sebagai penulis. Beberapa hari puisi diterbitkan, ternyata banyak sekali orang yang yang tertarik. Nama Inem menjadi terkenal dan tak asing lagi. Puisinya sudah mendunia. Inem sangat berterima kasih kepada kedua orang tua Rizal hingga ia bisa sesukses itu.
Inem tidak pernah menyangka bahwa ia akan sesukses ini.
"Jangan menyerah apapun kondisinya, terus semangat. Semua orang memiliki peluang yang sama. Tinggal bagaimana Anda bisa memanfaatkannya".
Semoga bermanfaat 🙂
Tidak ada komentar:
Posting Komentar